Minggu, 31 Oktober 2010

pembelian yang pada prinsipnya tekanan dari lingkungan

menulis tentang pembelian sesuatu yang pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan lingkungan sedikit sulit. karena memilih barang yang seperti itu juga sulit.
saya ambil contoh saja,

- Tarif Promo GSM dan CDMA
tarif kartu perdana GMS dan CDMA yang baru saja di perkenalkan pada konsumen memang bisa di bilang gila-gilaan. ada yang cukup dengan menghubungi nomer lain dengan tarif Rp 1000 sudah bisa menghubugi orang lain sepuasnya di jam tertentu. ada juga yang dengan menu pilihan telepon atau sms sepuasnya ke operator mana saja.

- Penyedap Rasa
dulu sempat beredar rumor bahwa salah satu penyedap rasa yang di jual bebas di pasaran mengandung minyak babi. karena rumor tersebut, perusahaan tersebut mengalami sedikit penurunan pada pembelian. karena para konsumen beralih ke penyedap rasa yang di anggap tidak mengandung minyak babi.

- Biscuit
pembeli biscuit oreo memang cukup banyak. namun sejak di kabarkan bahwa kandungan biscuit oreo tersebut mengandung melamin, konsumen juga takut untuk membeli biscuit tersebut. dan pada akhirnya konsumen memilih biscuit lain sebagai pengganti oreo.

pembelian berdasarkan keinginan

pembelian berdasarkan keinginan untuk memperoleh perasaan dan pengalaman contohnya adalah:

- Obat Sakit Kepala
membeli obat memang tidak boleh sembarangan. karena akan mengakibatkan berkelanjutannya sakit itu sendiri. untuk itu, jika saya sedang sakit kepala saya memilih obat sakit kepala yang sudah biasa saya konsumsi. saya biasa menggunakan obat tersebut karena rekomendasi dari keluarga saya yang juga terbiasa mengkonsumsi obat tersebut. maka dari itu saya menggunakan obat tersebut dan memang efek dari obat itupun cocok dengan saya.

- Jam Tangan
saya termasuk orang yang sangat menyukai jam tangan. bisa di bilang koleksi jam tangan. sebelum saya membeli jam tangan tersebut, pertama saya melihat keluarga atau orang lain menggunakan jam tangan yang berbentuk unik. maka sayapun tertarik untuk membeli jam tangan yang sedang trend saat ini. setelah saya membelinya, saya menggunakan jam tangan itu dengan perasaan yang sangat puas karena saya bisa menggunakan jam tangan yang sedang trend dan karena saja juga seorang pengkoleksi jam tangan.

- Baju
model baju memang tidak selamanya itu-itu saja. oleh karena itu, jika saya berniat untuk membeli baju. saya akan melihat orang di sekitar saya atau browsing untuk melihat model baju apa yang sedang trend saat ini. setelah tau model seperti apa, sayapun membeli baju tersebut dan menggunakannya dengan percaya diri karena tidak di bilang ketinggalan jaman.

pembelian berdasarkan keinginan

Sabtu, 30 Oktober 2010

3 Pembelian berdasarkan proses yang hati-hati dan rasional

saya akan membeli 3 jenis barang yang saat ini saya butuhkan, maka dari itu saya harus melakukan proses pemilihan untuk membeli barang tersebut. barang-barang tersebut adalah:

- Printer
sebelum saya membeli Printer,yang pertama saya perhatikan adalah kualitas dari suatu merk ke merk yang lain. jika kualitas salah satu merk tersebut baik,saya akan memilih printer tersebut. langkah ke 2,saya akan melihat apa saja ke unggulan dari printer itu. jika printer itu mempunya banyak keunggulan saya juga akan memilih printer tersebut. dan yang terakhir, saya melihat harga dari printer tersebut. jika harganya cocok dengan isi di kantong saya, otomatis sayapun akan membeli printer tersebut.

- Modem
saya sangat membutuhkan modem. karna dengan cepat,saya bisa menemukan apa yang saya butuhkan untuk mengerjakan tugas. selain untuk mengerjakan tugas, saya juga membutuhkan informasi dari dalam atau luar negri. jadi saya sangat membutuhkan modem untuk terhubung ke saluran internet. sebelumnya saya mencari tau modem apa yang bagus untuk saya gunakan, saya melihat apakah sinyal yang d hasilkan dari modem tersebut itu bagus atau tidak. karena ada beberapa modem yang sulit untuk mendapatkan sinyal. setelah itu, saya memilih cara pembayarannya seperti apa. apakah modem tersebut menggunakan isi ulang seperti handphone prabayar atau pembayarannya dengan mengisi ulang pulsa yang sudah di tentukan setiap bulannya tapi saya bebas menggunakannya kapan saja. dan yang terakhir, saya melirik dulu kantong saya. mencukupi atau tidak untuk membeli modem tersebut.

- Helm
karena saya setiap harinya berpergian menggunakan kendaraan bermotor seperti motor, jadi saya sangat-sangat membutuhkan helm untuk keselamatan saya. saat saya ingin membeli helm, yang pertama saya perhatikan adalah kualitas helm tersebut. berkualitas SNI atau tidak. yang ke 2, bentuk atau model dari helm itu sendiri. helm sendiri ada 3 jenisnya. yaitu fullface,halfface dan helm untuk pekerja bangunan. dan saya tentu saja saya akan memilih helm yang berbentuk fullface. meski kata orang perempuan lebih cocok menggunakan halfface, tapi saya lebih merasa nyaman dengan menggunakan helm yang berbentuk halfface. kemudian saya akan memilih gambar-gambar dari helm itu sendri. bagaimanapun juga saya seorang perempuan, jadi gambar yang lucu juga penting bagi saya. dan yang terakhir adalah harga helm.

itulah barang yang saya butuhkan saat ini dan saya akan membeli ke 3 barang tersebut dengan proses yang saya jelaskan tadi.

Senin, 31 Mei 2010

Masa Jabatan Presiden Suharto

Politik

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].

Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.

Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

* Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* Sukses transmigrasi
* Sukses KB
* Sukses memerangi buta huruf
* Sukses swasembada pangan
* Pengangguran minimum
* Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
* Sukses Gerakan Wajib Belajar
* Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
* Sukses keamanan dalam negeri
* Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
* Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

* Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
* Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
* Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
* Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
* Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
* Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
* Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
* Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
* Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
* Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibut berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Krisis finansial Asia

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".

Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman.

Minggu, 02 Mei 2010

Kewarganegaraan Ganda

Di era globalisasi seperti sekarang ini, jarak fisik bukan lagi menjadi halangan untuk berinteraksi, bahkan hingga melewati batas-batas negara. Hal ini tergambar jelas antara lain dengan semakin meningkatnya kecenderungan perkawinan antar bangsa yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Banyak negara yang menyikapi hal ini dengan positif dan mengaplikasikannya ke dalam undang-undang/hukum yang akomodatif terhadap gejala ini, walaupun ada pula yang pasif, namun bisa dibilang hanya sedikit negara yang mengabaikan gejala ini. Bahkan Indonesia dalam UU No. 62/1958 tentang Kewarganegaraan telah “mengantisipasi” adanya kemungkinan perkawinan campuran antar bangsa ini.

Dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 62/1958, Perempuan WNA yang menikah dengan laki-laki WNI dapat otomatis memperoleh kewarganegaraan Indonesia apabila dan pada waktu ia dalam 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu. Sayangnya, dalam UU yang sama tidak ada pasal yang mengatur tentang bagaimana bila laki-laki WNA menikah dengan perempuan WNI. Ini salah satu saja contoh bias gender. Beberapa masalah lain yang umum dihadapi adalah:

• Perempuan WNI yang menikah dengan WNA tidak dapat memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada suaminya bahkan juga tidak kepada anak-anak yang dilahirkannya!

• Perempuan WNI tidak dapat mensponsori suaminya untuk tinggal di Indonesia. Suami harus memperoleh sponsor dari perusahaan di mana ia dipekerjakan.

• Bila anak sudah dianggap dewasa Ibu WNI tidak dapat mensponsori anak-anak tersebut untuk tinggal di Indonesia.

• Perempuan WNI dapat mensponsori anak-anaknya yang WNA yang masih di bawah umur dengan kekecualian bahwa Bapak anak-anak tersebut tidak tinggal di Indonesia atau tidak mempunyai ITAS, atau orangtua anak-anak tersebut telah bercerai dan anak-anak ada dalam perwalian Ibu.

• Suami WNA yang kehilangan pekerjaannya di Indonesia bila masih ingin hidup dalam satu rumah, maka perempuan WNI dan anak-anaknya harus angkat kaki dari bumi Indonesia dan “pulang” ke negara asal suaminya.

• Ibu/istri WNI jika meninggal tidak dapat mewariskan harta berbentuk rumah/tanah yang dimilikinya kepada anak dan suaminya yang berstatus WNA dan keluarga yang baru kehilangan Ibu/istri ini harus rela menjual rumah mereka paling lambat setahun sejak kepergian Ibu/Istri.

Bukan hanya perempuan WNI, perempuan WNA yang menikah dengan laki-laki WNI juga hidup dalam dilema. Alasan mereka tinggal di Indonesia adalah karena mengikuti suami, melahirkan anak-anak dan membesarkan mereka sebagaimana Ibu-Ibu lain. Padahal, kebanyakan dari mereka di negaranya mempunyai karir dan ingin tetap bekerja guna membantu ekonomi keluarga tapi hal “sederhana” itu tidak bisa terlaksana di Indonesia.

Beberapa masalah yang dialami perempuan WNA antara lain:

• Sebagai WNA untuk bekerja membutuhkan perijinan yang berbelit dan salah satunya adalah harus seorang ahli (expert) di bidangnya. Belum lagi biaya yang mahal untuk memperoleh ijin itu.

• Untuk tinggal di Indonesia perempuan ini membutuhkan sponsor dari suami. Bila suami yang WNI meninggal atau perkawinan putus si istri otomatis kehilangan sponsor untuk dapat tinggal di Indonesia.

• Dalam keadaan di mana anak-anak (WNI karena Bapaknya WNI) masih di bawah umur situasi menjadi semakin rumit. Si anak masih terlalu kecil untuk menjadi sponsor bagi Ibunya dan sebaliknya masih memerlukan bimbingan/asuhan ibunya padahal dengan meninggalnya kepala keluarga maka hilang pula penghasilan keluarga tersebut sementara si Ibu tidak dapat bekerja.

• Ibu WNA ini yang masih dirundung malang terpaksa harus menjual warisan rumah/tanah yang diwariskan kepadanya oleh suaminya setahun setelah kepergian suaminya karena menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) seorang WNA tidak diperbolehkan memiliki rumah/bangunan (hak milik). Bila terpaksa si Ibu harus pulang ke negara asalnya membawa anak-anaknya yang WNI ke suatu negara dengan kebudayaan yang berbeda dan memulai semua dari awal. Kalau tidak maka keluarga ini harus tergantung kepada keluarga besar suami.

Selanjutnya, mari kita lihat beberapa pasal dalam deklarasi PBB tentang hak asasi manusia yang telah diadopsi juga oleh Indonesia melalui UU No. 39 Tahun 1999 yang niscaya sangat membantu bagi kondisi perkawinan antar bangsa, bila saja pasal tersebut dapat direalisasikan secara nyata.

• Pasal 1, setiap orang dilahirkan sebagai manusia bebas dan mempunyai hak dan harga diri yang setara.

• Pasal 16, laki-laki dan perempuan dewasa tanpa batasan ras, kewarganegaraan atau agama berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka berhak untuk memperoleh persamaan hak seperti saat menikah, selama pernikahan atau bila perkawinan terputus. Perkawinan bisa terjadi hanya bila dilakukan oleh sepasang manusia yang sadar dan bebas. Keluarga adalah kelompok alamiah dan fundamental di tatanan sosial dan berhak atas perlindungan dari lingkungan sosialnya dan negara.

• Pasal 23, setiap orang berhak untuk bekerja, untuk bebas menentukan pekerjaan dstnya. Setiap orang tanpa diskriminasi berhak memperoleh upah yang sama untuk hasil kerja yang sama.

Di dalam era globalisasi ini di mana persaingan sumber daya manusia semakin meruncing dengan diberlakukannya -walaupun secara bertahap- penghapusan batas-batas negara untuk bekerja (misalnya AFTA), Indonesia justru membiarkan “sumber daya manusianya” yang bermutu hengkang ke negara lain hanya karena mereka “setengah” Indonesia dan diperlakukan sebagai layaknya warga negara asing. Padahal, sebagian besar dari mereka dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia dengan budaya Indonesia yang mengalir deras dan sudah menganggap Indonesia sebagai kampung halaman

Oleh karena itu, Bila seorang gadis Jerman menikah dengan lelaki Bali, misalnya, lalu anak mereka lahir di Jerman, maka sangat mungkin anak mereka itu mendapatkan dua kewarganegaraan (Jerman, karena lahir di Jerman, dan Indonesia, karena ayahnya seorang warganegara Indonesia). Anak itu disebut memiliki kewarganegaraan ganda. Hal itu nantinya akan dimungkinkan bila RUU Kewarganegaraan disahkan. Pasal 3 ayat (1) RUU itu menyatakan, ”Anak WNI yang lahir di negara yang menganut asas ius soli akan mendapatkan status kewarganegaraan ganda. Untuk kepastian bahwa ia mempertahankan kewarganegaraan RI maka orangtua anak tersebut harus menyatakan bahwa anak tersebut tetap berstatus WNI.”

Artikel ini ditulis oleh Fasokhah dan Ria Sari sebagai tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Bahan artikel ini diambil dari :

1. Tjakrawinata, dewi.2005.koordinator Aliansi Pelangi Antar Bangsa. Lead Sector ruu Kewarganegaraan JKP3.19 November 2005.cilember
2. artikel-artikel lain yang terkait dengan bahasan Kewarganegaraan

Rabu, 14 April 2010

15 Tahun Perjanjian Schengen

Tahun 1985, ketika negara-negara Beneluks, Jerman dan Perancis menandatangani perjanjian Schengen pertama, tidak sedikit politisi dan media yang mencurigai rencana penghapusan kontrol di perbatasan antar negara anggota. Mereka menilainya lebih sebagai resiko daripada peluang. Kehebohan juga terjadi di Jerman, ketika tetangganya di Timur, Polandia dan Ceko masuk dalam zona Schengen, Desember 2007. Perbedaan tingkat kesejahteraan diramalkan memicu persoalan keamanan dan naiknya angka kriminalitas di wilayah perbatasan.

Fakta yang berbeda ditunjukkan oleh Brandenburg, negara bagian Jerman yang bersebelahan dengan Polandia. Statistik tahun 2008 menunjukkan, angka kriminalitas turun 12% lebih dibanding tahun sebelumnya, ketika Polandia belum masuk wilayah Schengen. Persoalannya bukan terletak pada penghapusan pos pengawas perbatasan, kata Jurubicara Kementrian Dalam Negeri Jerman, Markus Beyer. "Penghapusan pos perbatasan tidak berarti polisi secara umum ditarik mundur. Itu juga bukan tindakan tepat menghadapi situasi saat ini. Jerman berada di tengah-tengah Eropa dan menjadi tujuan liburan para kriminil, dan mereka dikuntit juga oleh polisi jerman lewat apa yang disebut kontrol di pedalaman dan pelacakan khusus."

Perjanjian Schengen memungkinkan kerjasama polisi lintas perbatasan antar negara anggota, misalnya saling tukar data pelaku kejahatan. Markus Beyer menyebut Schengen sebagai prestasi terbesar Eropa yang tidak berdampak negatif di segi keamanan, juga bagi Jerman.

Beberapa tahun lalu, perusahaan-perusahaan yang aktif di daerah perbatasan Jerman-Polandia, masih mengkuatirkan perluasan zona Schengen ke Timur. Tapi kini, resiko keamanan tidak lagi dikaitkan dengan lokasi, kata Siegfried Behrendt, konsultan ekonomi di Brandenburg."Tidak besar di kawasan industri. Kami kebanyakan menghadapi kejahatan ringan khas daerah perbatasan, terutama pencurian mobil. Tapi polisi bertindak tepat dalam penanganannya", jelasnya.

Perjanjian Schengen juga menguatkan kerjasama peradilan antar negara anggota. Misalnya deportasi lebih cepat terhadap tersangka pelaku kejahatan. Jerman juga dimudahkan dalam menangani orang yang memasuki wilayahnya secara ilegal. Apa yang disebut perjanjian pengembalian memungkinkan Jerman untuk memindahkan pelaku ke negara Schengen yang berbatasan langsung dengan negara asalnya.

Sebetulnya kurang tepat jika Schengen dibatasi hanya pada aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan. Perjanjian ini diutamakan untuk perluasaan gerak dan rangsangan bagi perdagangan regional. Dari segi ekonomi makro, Jerman juga bisa menarik banyak keuntungan dari perjanjian Schengen. "Saya kira Jerman jadi pemenang dalam proses Schengen. Alasannya banyak. Tingkat ekspor Jerman tinggi. Dan peningkatan daya beli di Eropa timur berarti penambahan pasar baru bagi kita. Jerman kekurangan tenaga ahli. Keleluasan ruang gerak dan terbukanya pasar kerja yang dihasilkan perjanjian Schengen memungkinkan perusahaan Jerman untuk mendapatkan tenaga ahli, termasuk dari Eropa Timur."

Selasa, 06 April 2010

persoalan di perbatasan Irak

BOGOTA, KOLOMBIA (SuaraMedia News) – Rencana AS untuk menggunakan markas militer Kolombia mendapat tentangan di Amerika Selatan meskipun Washington telah berusaha menenangkan mereka.

Para pemimpin garis kiri Amerika Selatan mengkritik rencana AS menempatkan militernya di Kolombia, menuduh Washington menggunakan perang melawan obat-obatan terlarang sebagai kedok untuk meningkatkan keberadaan militernya di kawasan tersebut.

Konsultan urusan luar negeri presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan pada Jones pada hari Selasa bahwa Brazil menentang prospek penempatan personel militer AS di markas-markas militer Kolombia.

“Saya tegaskan bahwa ini tidak ada hubungannya dengan posisi ideologi apa pun,” ujar Marco Aurelio Garcia setelah bertemu dengan Jenderal Jim Jones, Penasihat Keamanan Nasional presiden Obama yang mencoba meredakan kekhawatiran tentang kehadiran militer AS di kawasan.

Jones mengatakan ketakutan bahwa markas-markas itu akan meningkatkan desain militer AS melebihi upaya memberantas narkoba di Kolombia tidak dapat dibuktikan.

Terlepas dari jaminan Jones itu, negara-negara Amerika Selatan tetap mengecam rencana tersebut.

Brazil mengkritik rencana ini dan mengatakan bahwa “markas-markas militer asing di kawasan ini tampak seperti peninggalan Perang Dingin.”

Hanya presiden Peru, Alan Garcia, sekutu lain AS di kawasan, yang mendukung keputusan presiden Kolombia, Alvaro Uribe.

Ini setelah presiden Bolivia, Evo Morales, mengatakan setelah bertemu dengan Uribe pada hari Selasa bahwa ia akan mendesak bangsa Amerika Selatan untuk menolak rencana tersebut.

Morales mengatakan kelompok pemberontak Kolombia, FARC, yang melakukan perdagangan obat-obatan terlarang menjadi “alat yang sempurna” bagi Washington untuk merayu Bolivia dan membenarkan operasi militernya di kawasan ini.

“Apa yang dikatakan AS ketika menginvasi Irak? Mereka bilang Irak memiliki senjata pemusnah masal. Di mana senjata itu? Saddam adalah sasaran yang sebenarnya. Di kawasan kita, kedok mereka adalah perang melawan perdagangan obat-obatan terlarang.”

Presiden Venezuela, Hugo Chavez, yang telah lama berseberangan dengan AS, mengatakan ia khawatir markas-markas itu akan digunakan untuk melakukan invasi terhadap negaranya oleh sebuah “kekuatan militer Yankee”.

Ia juga mengatakan rencana Kolombia itu dapat menjadi sebuah langkah menuju perang di Amerika Selatan dan menyerukan kepada presiden Obama untuk tidak meningkatkan keberadaan militer AS di Kolombia.

“Markas-markas tersebut dapat menjadi awal dari sebuah perang di Amerika Selatan,” ujar Chavez. “Kita sedang membicarakan para Yankee, bangsa paling agresif dalam sejarah umat manusia.”

Pada hari Senin, Marco Aurelio Garcia, konsultan urusan luar negeri presiden Brazil, bertemu dengan Chavez, yang telah membekukan hubungan dengan Kolombia atas kemungkinan pelanggaran yang akan dilakukan AS terhadap negara-negara tetangga di kawasan.

Tanpa membeberkan isi pembicaraannya dengan Chavez, Garcia mengatakan ia telah mengungkapkan posisi Venezuela kepada Jones.

“Ini saatnya untuk melakukan aksi yang lebih diplomatis dan menghindari perang media,” ujarnya.

“Hubungan AS dengan beberapa negara di Amerika Selatan sangat lemah,” ujar Garcia sambil menyarankan “sebuah dialog konsisten yang mengesampingkan persoalan-persoalan sekunder dan fokus pada masalah yang mendasar.”

Ia mengatakan Jones meyakinkannya bahwa AS mencari markas di Kolombia hanya untuk memfasilitasi “aksi kemanusiaan” dan membantu memberantas perdagangan obat-obatan terlarang.

Namun, Garcia tampaknya tidak dapat diyakinkan.

“Tak peduli sebanyak apa penjelasan yang diberikan,” ujarnya, markas militer asing di kawasan mereka “tidak terlihat sebagai sebuah faktor yang akan berkontribusi meredakan ketegangan.”

Garcia mengatakan, sementara Brazil tidak akan menjadikan isu markas Kolombia menjadi pemicu ketegangan dengan AS, Brasilia berharap dapat melihat Washington membuka dialog baru dengan Amerika Latin.

“Saya katakan padanya (Jones) bahwa Lula memiliki hubungan yang sangat baik dengan presiden Bush dan ia memiliki ekspektasi yang lebih besar terhadap presiden Obama,” ujar Garcia.

Ia juga menyebutkan kekhawatiran Brazil mengenai markas asing di Kolombia.

“Saya tidak yakin kedaulatan akan terancam, tapi saya juga tidak yakin bahwa pendirian markas yang tidak begitu jelas tujuan keberadaannya di dekat perbatasan Amazonia, yang seringkali menjadi obyek keserakahan internasional, akan menjadi sesuatu yang positif,” ujarnya.

Lula tidak akan mencoba menghalangi Uribe menandatangani perjanjian dengan AS, namun ia akan mendesak Kolombia untuk mempertimbangkan keuntungan dari kesepakatan tersebut. (rin/f24/lht/ptv) Dikutip oleh www.suaramedia.com

Minggu, 28 Maret 2010

57% Republikan Yakin Obama Muslim

VIVAnews - Sebuah survei yang dilakukan Harris Interactive, menemukan 57 persen pemilih Partai Republik Amerika Serikat menyatakan Presiden Amerika Serikat Barack Obama seorang muslim. Secara umum, dari 2.320 orang dewasa di Amerika Serikat yang disurvei antara 1 sampai 8 Maret 2010, 32 persen menyatakan Obama seorang muslim.

Kemudian 40 persen yang disurvei menyatakan Obama seorang sosialis, 25 persen menyatakan Obama akan menyerahkan kedaulatan Amerika Serikat pada pemerintahan dunia, dan sebagian kecil menyatakan dia melanggar konstitusi dan warisan Amerika.

Bahkan 20 persen percaya Obama tidak lahir di Amerika Serikat, meski ada fakta akta kelahiran Obama di Hawaii. Juga 20 persen percaya "Obama melakukan banyak hal seperti Hitler lakukan."

Terdapat perbedaan kesan berdasarkan pandangan politik, partai politik dan pendidikan. Orang-orang yang tidak meraih pendidikan tinggi sebanyak 45 persen mengira Obama seorang muslim, sementara yang berpendidikan tinggi hanya 20 persen.

Berdasarkan pandangan politik, 51 persen konservatif mengira Obama adalah muslim, sementara hanya 26 persen moderat dan 16 persen liberal yang berpikiran seperti itu. Sementara berdasarkan pilihan partai politik, 57 persen Republikan menyatakan Obama muslim dan hanya 15 persen Demokrat dan 29 persen independen yang berpikiran seperti itu.

Survei ini dilakukan setelah John Avlon menulis sebuah buku "Wingnuts: How the Lunatic Fringe Is Hijacking America." Buku ini menceritakan bahwa sejumlah orang Amerika memiliki pandangan ekstrem mengenai Presiden ke-44 Amerika ini.

"Jumlah baru ini mengagetkan meski tak mengejutkan," kata Avlon mengomentari hasil survei. Survei ini, katanya, merupakan seruan kepada seluruh rakyat Amerika mengenai bahaya ketakutan dan kebencian karena sikap partisan yang berlebihan. "Rakyat Amerika harus ingat, sayap ekstrem ini melupakan bahwa patriotisme lebih penting daripada sikap partisan."

Survei ini dilakukan pada orang dewas yang berumur di atas 18 tahun. Responden diambil secara proporsional berdasarkan umur, jenis kelamin, ras, pendidikan, wilayah dan pendapatan. Responden survei dipilih di antara yang bersedia untuk disurvei sehingga tidak bisa diperkirakan sampling error.

Harris Interactive adalah salah satu firma riset berpengaruh di dunia. Harris Poll, begitu dikenal namanya, memiliki keahlian luas mulai dari kesehatan, teknologi, urusan umum, energi, telekomunikasi, jasa keuangan, media, restorat dan lain-lain. Harris meladeni pelanggan dari 215 negara di Amerika, Eropa dan Asia.

by: yahoo.com

Minggu, 07 Maret 2010

Mempertanyakan Pendidikan Kewarganegaraan

ARTIKEL "Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi Indonesia" oleh A Ubaidillah (Kompas, 16/1) menarik untuk ditanggapi lebih lanjut. Ada dua hal yang coba diangkat dalam tulisan itu.

Pertama, pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang selama ini diadakan di Indonesia telah menyimpang dari tujuan mulia pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Entah karena model pendekatan pengajaran yang sifatnya tidak dialogis-partisipatoris, atau karena muatan-muatan politis-ideologis yang dikenakan pada pendidikan kewarganegaraan selama masa Orde Baru (Orba), pendidikan kewarganegaraan dianggap mengalami kegagalan. Dan harga yang harus dibayar karena kegagalan itu amat mahal, antara lain rusaknya moralitas bangsa Indonesia.

Kedua, Ubaidillah memvisikan sebuah pendidikan kewarganegaraan yang demokratis-partisipatoris dengan desain materi yang melibatkan para siswa secara aktif dalam proses pendidikan itu. Di sini ia menyitir pemikiran John Dewey mengenai demokrasi sebagai contoh bagaimana sebuah pendidikan kewarganegaraan seharusnya dipraktikkan.

Kritik kosong?

Tilikan kritis Ubaidillah tentang praktik pendidikan kewarganegaraan selama ini mau tidak mau membawa kita kepada kesimpulan, reformasi pendidikan kewarganegaraan belum terjadi. Karena itu kini saatnya kita melakukan reformasi menyeluruh. Demi keakuratan data, harus dikatakan, pendidikan kewarganegaraan mulai diajarkan lagi secara formal di sekolah sejak 2001. Semula bidang studi ini bernama Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi sejak tahun 2002 berubah menjadi Kewarganegaraan (Civic). Selama tiga tahun terjadi tiga kali perubahan draf kurikulum. Amat jelas dari draf kurikulum itu tidak hanya tema-tema seputar demokrasi, civil society, dan HAM sebagaimana diusulkan Ubaidillah, tetapi juga tema-tema sentral lain yang sifatnya pengembangan diri (self-help).

Tentu saja desain ketiga kurikulum itu amat menekankan model aktif, dialogis- partisipatif. Kurikulum kewarganegaraan kita menyebutnya sebagai model pendekatan belajar kontekstual, di mana partisipasi aktif dan dialogis siswa hanya salah satu unsur dari pendekatan itu. Model pendekatan ini hendak menonjolkan salah satu aspek filsafat pendidikan yang sedang up to date, yakni pendidikan apa pun harus dimulai dari pengalaman siswa. Mirip metode kebidanan Socrates, pengalaman siswa (konteks)-pengalaman hidup bermasyarakat dan bernegara-didialogkan di antara teman-teman dan guru. Materi yang tersaji di buku dan silabus hanya akan menjadi rangkaian pemikiran konseptual (a bundle of thought) yang akan menerangi penggalan-penggalan pengalaman itu.

Pertanyaannya, sejauh mana pendidikan kewarganegaraan yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun benar-benar berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila, PPKn atau penataran P4 sebagaimana diprihatinkan Ubaidillah? Terlepas dari bagaimana diajarkan di sekolah, rancangan pendidikan kewarganegaraan yang kita miliki kini amat berbeda dari pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila sebelumnya. Seluruh aspek moral Pancasila yang sebelumnya mendominasi praktik pendidikan di Indonesia kini justru didekonstruksi dan "dilucuti" dari pendidikan kewarganegaraan.

Pendidikan kewarganegaraan yang kini ada, mengadopsi pendekatan multidimensi. Karena itu tilikan moral terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi beragam (tidak lagi Pancasila sentris). Tentu saja demokrasi dan seluruh aspek yang berhubungan dengannya seperti partisipasi warga negara, peran pers, keadilan dan kepastian hukum, pemilihan umum, dan sebagainya mendapat perhatian istimewa.

Kritik Ubaidillah, "budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatnya korupsi di kalangan elite bisa menjadi fakta gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu" tidak sepenuhnya benar. Bila mau jujur, pendidikan agama telah mengalami kegagalan. Tapi apakah di situ letak masalahnya?

Cara berpikir filosofis membedakan antara kondisi-kondisi yang niscaya bagi terjadinya sesuatu (necessary condition) dan alasan yang memadai bagi terjadinya sesuatu itu (sufficient reason). Apa yang dikritik Ubaidillah adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya kemerosotan moral bangsa, tetapi bukan merupakan alasan memadai. Mengingat pengetahuan mengenai yang baik (good) tidak menjamin seseorang pasti berperilaku baik (bermoral), maka tantangannya adalah sejauh mana orang Indonesia menjadi pribadi otentik sebagaimana dipahami Immanuel Kant. Seluruh prinsip moral yang diketahui harus sungguh-sungguh menjadi imperatif kategoris bagi tindakan-tindakan kita karena prinsip-prinsip moral tersebut baik pada dirinya sendiri.

Demokrasi pragmatis

Saya kira tepat Ubaidillah menyitir pemikiran John Dewey mengenai demokrasi sebagai rujukan pentingnya pendidikan yang demokratis dalam pendidikan kewarganegaraan. Meski demikian, mengatakan pemikiran demokratis Dewey "lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok" justru dapat menjadi konsep yang kontradiktif dengan konsep pendidikan kewarganegaraan yang demokratis-partisipatoris sebagaimana ditekankan Ubaidillah. Bagaimana mungkin sebuah pendidikan kewarganegaraan yang dialogis- partisipatoris (demokratis) dapat dipraktikkan bila yang ditonjolkan kepentingan umum (baca: negara)? Apakah John Dewey memaksudkan demikian?

Menurut Shannon Sullivan (Philosophy Today, vol 41:2, 1997), demokrasi selalu dipahami Dewey sebagai demokrasi pragmatis. Yang ia maksud adalah "a humanistic liberal democracy that has the goal of helping humans find ways to eliminate suffering in their lives" (hlm 299). Dalam arti itu harus dikatakan, demokrasi memampukan individu untuk secara pragmatis menemukan cara/jalan guna berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi mencapai kehidupan lebih baik dan membahagiakan (pragmatisme mengajarkan, sesuatu itu bernilai kalau ia bermanfaat bagi individu).

John Dewey tidak berbicara mengenai pengutamaan kepentingan umum di atas kepentingan individu atau kelompok. Menurut filsuf Amerika ini, individu adalah pribadi (self) yang memiliki perilaku/kebiasaan tertentu (habits) dan dorongan atau kecenderungannya (impulses). Sebagai warga suatu masyarakat atau bangsa, habits dan impulses individu ini belum tentu cocok/sesuai kepentingan masyarakat di mana ia hidup. Karena itu setiap individu (sebagai warga negara) perlu melakukan tawar-menawar antara kepentingan dirinya dengan kepentingan masyarakat yang bersangkutan.

Dalam tawar-menawar itu individu dapat mengubah kebiasaan dan perilakunya, dengan catatan, dengan melakukan hal itu ia akan mencapai tujuan akhir, yakni to eliminate suffering in one’s life, Dewey menyebut proses tawar-menawar ini sebagai rekonstruksi, yakni suatu proses di mana "I must find a way to change my habits," bukan untuk memasung kepentingan individu demi kepentingan negara, tetapi untuk mencapai growth of individuals, karena "growth of individual leads to growth of the culture which produces even greater growth of individuals, and so on" (Sullivan, hlm 307).

Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, gagasan demokrasi John Dewey hendak menegaskan pentingnya pendidikan kewarganegaraan Indonesia dijalankan sebegitu rupa sehingga memperkuat posisi tawar individu berhadapan dengan kekuatan negara. Inilah tantangan yang harus dijawab kita bersama.

Jeremias Jena Penulis Buku Kewarganegaraan SMA, Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Dosen Character Building pada Universitas Bina Nusantara, Jakarta

URL Source: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0402/06/opini/836267.htm

Rabu, 24 Februari 2010

pengaruh globalisasi terhadap kehidupan masyarakat

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.

Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)

Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.

*

Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1.

Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2.

Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.

Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.



*

Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1.

Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2.

Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.

Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.

Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5.

Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.





*

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme?

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

*

Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme

Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :

1.

Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2.

Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3.

Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.

Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5.

Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Jumat, 19 Februari 2010

Kebudayaan Daerah Kepulauan Riau

kebudayaan daerah kepulauan Riau memiliki sejarah yang cukup panjang. awalnya,kepulauan Riau bukanlah daerah yang strategis.tetapi juga sarat dengan Sumber Daya Alam (SDA) ini pernah menjadi salah satu pusat kerajaan Melayu, yakni Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Peninggalan-peninggalannya sampai hari ini masih dapat dijumpai di Penyengat dan Daik-Lingga. Adanya peninggalan-peninggalan kesejarahan itulah yang kemudian menjadikan nama Penyengat dan Daik-Lingga tidak lepas dari pembicaraan orang. Apalagi, di pulau yang relatif kecil itu (Penyengat) terlahir seorang pujangga kerajaan yang salah satu karyanya tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara. Pujangga itu adalah Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12-nya. Di awal kemerdekaan, Kepulauan Riau juga tidak lepas dari pembicaraan orang, terutama karena mata uang yang dipergunakan sebagai alat tukar bukan rupiah sebagaimana daerah lainnya di Indonesia. Dengan alat tukar yang menggunakan mata uang asing (Malaysia dan Singapura) membuat kehidupan masyarakatnya relatif lebih baik ketimbang masyarakat yang berada di daerah sekitarnya, malahan masyarakat Indonesia pada umumnya, karena mata uang yang dipergunakan memiluku nilai tukar yang lebih tinggi ketimbang rupiah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Kepulauan Riau pada waktu itu dapat diibaratkan bagaikan “gula”, sehingga banyak para pendatang yang ingin “kecipratan” rezeki di sana. Di tahun 80-an, Batam yang pada mulanya masih berupa hutan dan karenanya jarang disebut-sebut orang, menjadi kekuatan dahsyat yang digerakkan oleh otorita. Pembangunan fisik secara besar-besaran dilakukan di sana, sehingga nama Kepulauan Riau (baca Tanjungpinang) semakin tenggelam. Orang lebih tahu Batam ketimbang Tanjungpinang. Padahal di masa lalu, orang lebih mengenal Tanjungpinang ketimbang Batam. Namun dewasa ini, khususnya sejak dicanangkannya Batam-Bintan dan sekitarnya dijadikan sebagai kawasan industri dan pariwisata, nama Kepulauan Riau, sedikit demi sedikit, mencuat kembali. Lobam menjadi kawasan industri, sementara Lagoi menjadi kawasan pariwisata terbesar di Asia Tenggara. Dan, masyarakat dari berbagai daerah pun kembali berdatangan guna mengadu nasib, mengejar kehidupan yang lebih baik ketimbang di daerahnya sendiri.Kepulauan Riau semakin menarik dan dibicarakan orang ketika tahun 1999 masyarakatnya menyelenggarakan musyawarah besar (Mubes) guna meningkatkan kesejahteraannya. Musyawarah yang diselenggarakan di kilometer 10 (batu 10), tepatnya di Hotel Royal Palace, tanggal 15 Mei 1999, membuahkan tekad (keputusan) bahwa Kabupaten Kepulauan Riau mesti dimekarkan, baik horizontal maupun vertikal. Satu dari sejumlah alasannya adalah kondisi geografis Kepulauan Riau, yang jika masih bergabung dengan Provinsi Riau, maka rentang kendali pemerintahannya tidak efektif dan efisien. Dan, jika ini dipertahankan, Kepulauan Riau akan semakin ketinggalan dibanding dengan daerah lain yang tergabung dalam Propinsi Riau.Buah dari Mubes itu adalah terwujudnya beberapa kecamatan bergabung dan menjadi Kabupaten Karimun. Kemudian, beberapa kecamatan yang berada di kawasan Pulau Tujuh bergabung dan menjadi Kabupaten Natuna. Sementara itu, Tanjungpinang yang pada mulanya hanya sebuah kota administratif, kini telah berubah status menjadi kota otonom. Dengan perkataan lain, pemekaran secara horizontal hampir seluruhnya terwujud. Sedangkan, pemekaran secara vertikal (provinsi) adalah terwujudnya wilayah Kepulauan Rian menjadi sebuah provinsi sendiri (lepas dari Provinsi Riau). sedangkan keadaan sosial budaya di daerah Kepulauan Riau ini sangat erat kaitannya dengan faktor geografis, kependudukan, dan sejarah masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu, ada baiknya jika kita lihat sekilas tentang sejarah atau persebaran orang yang kemudian kita sebut sebagai “Melayu”.Berkenaan dengan ini Melalatoa menyebutkan bahwa sesudah zaman es terakhir datanglah sekelompok orang yang bercirikan ras weddoid ke Nusantara, termasuk ke daerah Riau. Sampai sekarang sisa-sisa mereka masih ada, yakni orang: Sakai, Hutan, dan Kubu yang kemudian disebut sebagai “orang asli”. Dalam kurun waktu 2.500 sampai dengan 1.500 Sebelum Masehi datanglah orang-orang yang kemudian disebut sebagai Proto Melayu. Melalui Semenanjung Melayu mereka menyebar ke Sumatera. Sisa-sisa mereka yang kemudian dikenal sebagai Orang Talang Mamak dan Orang Laut juga masih dapat ditemukan di daerah Riau. Gelombang berikutnya (masih menurut Melalatoa) adalah yang terjadi sesudah tahun 1.500 Sebelum Masehi. Mereka kemudian disebut sebagai Deutro Melayu (Melalatoa, 1986:190).Sementara itu, Suparlan, berdasarkan catatan ahli kepurbakalaan (Van Heakeren dan Soekmono), menambahkan bahwa sebelum orang Melayu datang ke Nusantara (ke daerah Riau), sebenarnya di sana telah ada penduduknya. Bahkan, menurutnya bukan hanya ras Weddoid semata, tetapi juga Austroloid. Berdasarkan catatan itu, Suparlan menduga bahwa penduduk yang tergolong sebagai ras Weddoid dan Austroloid itu masuk ke pedalaman karena terdesak oleh orang-orang Proto Melayu. Sementara itu, orang-orang Deutro Melayu (yang datang pada gelombang migrasi berikutnya) juga mendesak orang-orang Proto Melayu ke pedalaman, sehingga terdapat percampuran antara orang-orang Weddoid, Austroloid, dan Proto Melayu. Selain itu, ada orang-orang Proto Melayu yang melarikan diri ke pedalaman, dan ada juga yang hidup berdampingan, bercampur-baur dengan orang-orang dari Deutro Melayu (Suparlan, 1995: 39--40). Dari berbagai pendapat itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Orang Melayu bukan merupakan orang-orang yang berasal dari satu ras tertentu, melainkan merupakan percampuran dari berbagai ras, baik yang berkulit hitam maupun kuning.Faktor kesejarahan ditambah dengan letak geografisnya yang langsung berbatasan dengan negara jiran (Malaysia dan Singapura), dan masih ditambah lagi dengan berada di sekitar jalur perdagangan dan atau pelayaran internasional (Selat Malaka), maka pada gilirannya membuat orang Melayu terbiasa mengadakan kontak dengan unsur dan atau pendukung kebudayaan asing. Kontak-kontak itulah yang kemudian mempengaruhi corak kebudayaan1 orang Melayu itu sendiri.
Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata dari mancanegara kedua setelah Pulau Bali. Jumlah wisatawan asing yang datang berkunjung mencapai 1,5 juta orang pada tahun 2005. Objek wisata di Provinsi Kepulauan Riau antara lain adalah wisata pantai yang terletak di berbagai kabupaten dan kota. Pantai Melur, Pulau Abang dan Pantai Nongsa di kota Batam, Pantai Pelawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling.
Selain wisata pantai dan bahari, provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau Penyengat sebagai pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat masjid bersejarah dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.
itulah kebudayaan kepulauan Riau.

Jumat, 12 Februari 2010

Mengapa Saya Harus Bangga Sebagai Bangsa Indonesia

Saya bangga menjadi bangsa Indonesia. mengapa saya bangga menjadi bangsa Indonesia??
karna bagi saya,Indonesia adalah negara terindah yang pernah saya tempati. Indonesia memiliki berbagai macam adat dan istiadat,beraneka ragam kebudayaan. mulai dari sambang sampai merauke. meski terkadang Indonesia terjadi kerusuhan,demontrasi,dll tp bagi saya,Indonesia is the beautiful world. kadaan alam yang masih asri,membuat saya bangga dengan Indonesia. orang-orang Indonesia yang masih begitu kental menganut adatnya membuat saya menjadi tak rela bila ada orang lain yang berusaha untuk merubah atau menghilangkan adat istiadat itu. saya punya cerita,saat itu saya sedang merasa jenuh,akhir'a saya mencoba untuk bermain online di salah satu fitur internet yg mendukung adanya game online. saat saya online,teman yang sedang bermain dengan saya, ternyata berasal dari negara orang,antara lain dari Italy,Spanyol,Amerika,mereka bertanya pada saya dari mana saya berasal. dengan bangga saya menjawab kalau saya adalah orang Indonesia. lalu mereka mengatakan bahwa mereka sangat mengagumi negara saya ini,yaitu negara Indonesia. saya bertanya mengapa mereka mengagumi Indonesia, mereka menjawab karan Indonesia mempunyai begitu banyak keragaman budaya.tradisi suatu daerahnya memiliki pesona yang tidak di miliki oleh negara manapun.dari 3 orang yang bertanya pada saya tentang Indonesia,salah satunya mempunyai teman yang menjadi korban bom Bali 1. tapi orang yang menjadi korban itu,berkata bahwa ia tidak kapok untuk datang k Indonesia.hal itu yang tambah membuat saya menjadi bangga menjadi bangsa indonesia.
itulah sebab'a saya bangga menjadi warga negara Indonesia.